Dalam pengembangan software ada bereapa tahapan utnuk mencapai kualitas
pembuatan/ siklus hidup software. Dapat kami jabarkan siklus hidup
software atau tahap penegmbangan software sebagai berikut :
Tahap Pengembangan Software ( Siklus Hidup Software )
- Requirements Analysis ( Analisa Kebutuhan )
Tahap ini menganalisa masalah dan kebutuhan yang harus diselesaikan dengan sistem komputer yang akan dibuat. Tahap ini berakhir dengan pembuatan laporan kelayakan yang mengidentifikasi kebutuhan sistem yang baru dan merekomendasikan apakah kebutuhan atau masalah tersebut dapat diselesaikan dengsn sistem komputer yang ada. - System and Software Design ( Prencanaan Sistem dan Software )
Tahap ini melakukan rancangan design sistem. Tahap ini memberikan rincian kinerja program dan interaksi antara user dengan program tersebut. - Implementation ( Implementasi )
Tahap ini adalah spesifikasi design yang telah dibuat untuk diterjemahkan de dalam program / instruksi yang ditulis dalam bahasa pemrograman. - System Testing ( Pengujian Sistem )
Tahap ini semua program digabungkan dan diuji sebagai satu sistem yang lengkap untuk menjamin sumua berkerja dan memenuhi kebutuhan penanganan masalah yang dihadapi. - Operation and Maintenance ( Pengoperasian dan Pemeliharaan )
Tahap ini merupakan pengaplikasian program yang telah dibuat untuk digunakan secara utuh dan masalah baru yang muncul sebagai bahan masukan untuk memperbaiki sistem program yang baru
MODEL SIKLUS HIDUP SOFTWARE
1. Waterfall
Model
Menurut Pressman, (Pressman, 2005, page
79), dalam rekayasa perangkat lunak, terdapat suatu pendekatan yang disebut Waterfall model.
Nama model ini sebenarnya adalah “Linear
Sequential Model”. Model ini sering disebut dengan
“classic life cycle” atau model waterfall. Model ini adalah model yang muncul
pertama kali yaitu sekitar tahun 1970 sehingga sering dianggap kuno, tetapi
merupakan model yang paling banyak dipakai didalam Software Engineering (SE).
Model ini melakukan pendekatan secara sistematis dan urut mulai dari
level kebutuhan sistem lalu menuju ketahap analisis, desain, coding, testing
dan maintenance.
Model ini merupakan model yang paling
banyak dipakai oleh para pengembang software. Ada lima
tahap dalam model waterfall, yaitu: Requirement Analysis, System Design,
Implementation, Integration & Testing, Operations & Maintenance.
Sesuai dengan namanya waterfall (air terjun) maka tahapan dalam
model ini disusun bertingkat, setiap tahap dalam model ini dilakukan berurutan,
satu sebelum yang lainnya (lihat tanda anak panah). Selain itu dari satu tahap kita dapat kembali ketahap
sebelumnya. Model ini biasanya digunakan untuk membuat sebuah software dalam
skala besar dan yang akan dipakai dalam waktu yang lama.
Tahap – Tahap Dalam Model
Waterfall:
1. Requirement
Analysis
Seluruh kebutuhan software harus bisa didapatkan dalam fase ini,
termasuk didalamnya kegunaan software yang diharapkan pengguna dan batasan
software. Informasi ini
biasanya dapat diperoleh melalui wawancara, survey atau diskusi. Informasi
tersebut dianalisis untuk mendapatkan dokumentasi kebutuhan pengguna untuk
digunakan pada tahap selanjutnya.
2.
System
Design
Tahap ini dilakukan sebelum melakukan
coding. Tahap ini bertujuan untuk memberikan gambaran apa yang seharusnya
dikerjakan dan bagaimana tampilannya. Tahap ini membantu dalam
menspesifikasikan kebutuhan hardware dan sistem serta mendefinisikan arsitektur
sistem secara keseluruhan.
3. Implementation
Dalam tahap ini dilakukan pemrograman.
Pembuatan software dipecah menjadi modul-modul kecil yang nantinya akan
digabungkan dalam tahap berikutnya. Selain itu dalam tahap ini juga dilakukan
pemeriksaaan terhadap modul yang dibuat, apakah sudah memenuhi fungsi yang
diinginkan atau belum.
4.
Integration
& Testing
Di tahap ini dilakukan penggabungan
modul-modul yang sudah dibuat dan dilakukan pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui apakah software yang dibuat telah sesuai dengan desainnya dan masih
terdapat kesalahan atau tidak.
5. Operation & Maintenance
Ini merupakan tahap terakhir dalam model waterfall. Software yang sudah jadi dijalankan serta
dilakukan pemeliharaan. Pemeliharaan termasuk dalam memperbaiki kesalahan
yang tidak ditemukan pada langkah sebelumnya. Perbaikan implementasi unit
sistem dan peningkatan jasa sistem sebagai kebutuhan baru.
Kelebihan Waterfall Model
Ketika semua kebutuhan sistem dapat didefinisikan
secara utuh, eksplisit, dan benar diawal proyek, maka software engineering
dapat berjalan dengan baik dan tanpa masalah.
Kekurangan Waterfall Model
1. Ketika problem muncul, maka proses
berhenti, karena tidak dapat menuju ketahapan selanjutnya. Bahkan jika
kemungkinan problem tersebut muncul akibat kesalahan dari tahapan sebelumnya,
maka proses harus membenahi tahapan sebelumnya agar problem ini tidak muncul.
Hal-hal seperti ini yang dapat membuang waktu pengerjaan software engineering.
2. Karena pendekatannya secara sequential,
maka setiap tahap harus menunggu hasil dari tahap sebelumnya. Hal itu tentu
membuang waktu yang cukup lama, artinya bagian lain tidak dapat mengerjakan hal
lain selain hanya menunggu hasil dari tahap sebelumnya. Oleh karena itu, seringkali model ini berlangsung lama
pengerjaannya.
3. Pada setiap tahap proses tentunya
dipekerjakan sesuai spesialisasinya masing-masing. Oleh karena itu, ketika
tahap tersebut sudah tidak dikerjakan, maka sumber dayanya juga tidak terpakai
lagi. Oleh karena itu, seringkali pada model proses ini dibutuhkan seseorang
yang “multi-skilled”, sehingga
minimal dapat membantu pengerjaan untuk tahapan berikutnya.
1. RAD ( Rapid Application Development ) Model
Rapid Application Development (RAD)
atau Rapid Prototyping adalah model proses pembangunan perangkat lunak yang tergolong dalam teknik incremental
(bertingkat). RAD menekankan pada siklus pembangunan pendek, singkat, dan
cepat. Waktu yang singkat adalah batasan yang penting untuk model ini.
Rapid application development menggunakan metode interatif (berulang) dalam mengembangkan sistem dimana working model (model
bekerja) sistem dikonstruksikan di awal tahap pengembangan dengan tujuan menetapkan
kebutuhan (requirement) user dan selanjutnya disingkirkan. Working model digunakan kadang-kadang saja
sebagai basis desain dan implementasi sistem final.
Gambar RAD
Tahap – Tahap Rekayasa Software Dalam RAD Model
Model RAD menekankan pada tahap-tahap
berikut :
1. Business modeling
Pada tahap ini, aliran
informasi (information flow) pada fungsi-fungsi bisnis dimodelkan untuk
mengetahui informasi apa yang mengendalikan proses bisnis, informasi apa yang
hasilkan, siapa yang membuat informasi itu, kemana saja informasi mengalir, dan
siapa yang mengolahnya.
2. Data modeling
Aliran informasi yang
didefinisikan dari business modeling, disaring lagi agar bisa dijadikan
bagian-bagian dari objek data yang dibutuhkan untuk mendukung bisnis tersebut. Karakteristik (atribut) setiap objek ditentukan beserta relasi antar
objeknya.
3. Process modelling
Objek-objek data yang didefinisikan sebelumnya diubah
agar bisa menghasilkan aliran informasi untuk diimplementasikan menjadi fungsi
bisnis. Pengolahan deskripsi dibuat untuk menambah, merubah, menghapus, atau
mengambil kembali objek data.
4. Application generation
RAD bekerja dengan menggunakan fourth generation techniques (4GT). Sehingga pada tahap ini sangat
jarang digunakan pemrograman konvensional menggunakan bahasa pemrograman
generasi ketiga (third generation
programming languages), tetapi lebih ditekankan pada reuse
komponen-komponen (jika ada) atau membuat komponen baru (jika perlu). Dalam semua kasus, alat bantu untuk
otomatisasi digunakan untuk memfasilitasi pembuatan perangkat lunak
5. Testing and turnover
Karena menekankan pada
penggunaan kembali komponen yang telah ada (reuse), sebagian komponen-komponen
tersebut sudah diuji sebelumnya. Sehingga mengurangi waktu testing secara
keseluruhan. Kecuali untuk komponen-komponen baru.
Kelebihan RAD Model :
RAD memang lebih cepat dari Waterfall. Jika
kebutuhan dan batasan proyek sudah diketahui dengan baik. Juga jika proyek
memungkinkan untuk dimodularisasi.
Kekurangan RAD Model :
- Tidak semua proyek bisa dipecah (dimodularisasi), sehingga belum tentu RAD dipakai pada semua proyek.
- Karena proyek dipecah menjadi beberapa bagian, maka dibutuhkan banyak orang untuk membentuk suatu tim yang mengerjakan tiap bagian tersebut.
- Membutuhkan komitmen antara pengemang dengan pelanggan.
- Model RAD memerlukan sumber daya yang cukup besar, terutama untuk proyek dengan skala besar.
- Resiko teknis yang tinggi kurang cocok untuk model ini.
- Sistem yang tidak bisa dimodularisasi tidak cocok untuk model ini.
- Karena dibuat dengan reuse komponen-komponen yang sudah ada, fasilitas-fasilitas pada tiap komponen belum tentu digunakan seluruhnya oleh program yang me-reuse-nya sehingga kualitas program.
2. Model V
Model ini merupakan perluasan dari model waterfall. Disebut sebagai
perluasan karena tahap-tahapnya mirip dengan yang terdapat dalam model
waterfall. Jika dalam model waterfall proses dijalankan secara linear, maka
dalam model V proses dilakukan bercabang. Dalam model V ini digambarkan
hubungan antara tahap pengembangan software dengan tahap pengujiannya.
Gambar V - Model
Berikut penjelasan masing-masing tahap beserta
tahap pengujiannya:
1.
Requirement
Analysis & Acceptance Testing
Tahap Requirement Analysis sama seperti yang
terdapat dalam model waterfall. Keluaran dari tahap ini adalah dokumentasi
kebutuhan pengguna.
Acceptance Testing merupakan tahap yang akan
mengkaji apakah dokumentasi yang dihasilkan tersebut dapat diterima oleh para
pengguna atau tidak.
2.
System
Design & System Testing
Dalam tahap ini analis sistem mulai merancang
sistem dengan mengacu pada dokumentasi kebutuhan pengguna yang sudah dibuat
pada tahap sebelumnya. Keluaran dari tahap ini adalah spesifikasi software yang
meliputi organisasi sistem secara umum, struktur data, dan yang lain. Selain
itu tahap ini juga menghasilkan contoh tampilan window dan juga dokumentasi
teknik yang lain seperti Entity Diagram dan Data Dictionary.
3.
Architecture
Design & Integration Testing
Sering juga disebut High Level Design. Dasar
dari pemilihan arsitektur yang akan digunakan berdasar kepada beberapa hal
seperti: pemakaian kembali tiap modul, ketergantungan tabel dalam basis data,
hubungan antar interface, detail teknologi yang dipakai.
4.
Module Design & Unit Testing
Sering juga disebut sebagai Low Level Design.
Perancangan dipecah menjadi modul-modul yang lebih kecil. Setiap modul tersebut
diberi penjelasan yang cukup untuk memudahkan programmer melakukan coding.
Tahap ini menghasilkan spesifikasi program seperti: fungsi dan logika tiap
modul, pesan kesalahan, proses input-output untuk tiap modul, dan lain-lain.
5.
Coding
Dalam tahap ini dilakukan pemrograman
terhadap setiap modul yang sudah dibentuk.
V Model memiliki beberapa
kelebihan. Kelebihan-kelebihan tersebut secara garis besar dapat dijelaskan
seperti berikut:
· V Model sangat fleksibel. V
Model mendukung project tailoring dan penambahan dan pengurangan method dan
tool secara dinamik. Akibatnya sangat mudah untuk melakukan tailoring pada V
Model agar sesuai dengan suatu proyek tertentu dan sangat mudah untuk
menambahkan method dan tool baru atau menghilangkan method dan tool yang
dianggap sudah obsolete.
·
V Model dikembangkan dan
di-maintain oleh publik. User dari V Model berpartisipasi dalam change control
board yang memproses semua change request terhadap V Model.
V Model juga memiliki
beberapa kekurangan. Kekurangan-kekurangan tersebut yaitu:
· V Model adalah model yang project oriented sehingga
hanya bisa digunakan sekali dalam suatu proyek.
· V Model terlalu fleksibel dalam arti ada beberapa
activity dalam V Model yang digambarkan terlalu abstrak sehingga tidak bisa
diketahui dengan jelas apa yang termasuk dalam activity tersebut dan apa yang
tidak.
3. Prototyping Model
Paradigma
dari metode prototyping adalah sistem informasi yang menggambarkan hal-hal
penting dari sistem informasi yang akan datang. Prototipe sistem informasi
bukanlah merupakan sesuatu yang lengkap, tetapi sesuatu yang harus dimodifikasi
kembali, dikembangkan, ditambahkan atau digabungkan dengan sistem informasi
yang lain bila perlu.
Sebuah prototype adalah
bagian dari produk yang mengekspresikan logika maupun fisik antarmuka ekternal
yang ditampilkan. Komponen potensial menggunakan prototype dan menyediakan
masukan tim pengembangan sebelum sebelum pengembangan skala besar dimulai.
Melihat dan mempercayai menjadi hal yang diharapkan untuk dicapai dalam
prototype. Dengan menggunakan pendekatan ini, konsumen dan tim pengembangan
dapat mengklarifikasi kebutuhan pengembangan software dan intrepetasi mereka.
Gambar Prototyping Model
Tahap – Tahap Rekayasa Software Dalam Prototype Model
1. Pengumpulan kebutuhan
Developer
dan klien bertemu untuk menentukan tujuan umum, kebutuhan yang diketahui dan
gambaran bagian-bagian yang akan dibutuhkan berikutnya. Detail kebutuhan
mungkin tidak dibicarakan disini, pada awal pengumpulan kebutuhan.
2. Perancangan Cepat
Perancangan dilakukan cepat dan rancangan mewakili semua aspek software
yang diketahui, dan rancangan ini menjadi dasar pembuatan prototype.
3. Bangun Prototype
Dalam tahap ini, membangun sebuah versi prototype
yang dirancang kembali dimana masalah-masalah tersebut diselesaikan.
4. Evaluasi prototype
Pada tahap ini, klien mengevaluasi prototype yang
dibuat dan digunakan untuk memperjelas kebutuhan software.
5. Perbaikan Prototype
Tahap ini Software yang sudah jadi dijalankan dilakukan perbaikan. Perbaikan termasuk dalam memperbaiki kesalahan/kerusakan yang tidak ditemukan pada langkah
sebelumnya.
Kelebihan Prototype Model adalah :
- End user dapat berpartisipasi aktif.
- Penentuan kebutuhan lebih mudah diwujudkan.
- Mempersingkat waktu pengembangan software.
Kekurangan Prototype Model adalah :
- Proses analisis dan perancangan terlalu singkat.
- Mengesampingkan alternatif pemecahan masalah.
- Bisanya kurang fleksibel dalam menghadapi perubahan.
- Prototype yang dihasilkan tidak selamanya mudah dirubah.
- Prototype terlalu cepat selesai.
4. Spiral Model
Model spiral (spiral model) yang pada awalnya diusulkan
oleh Boehm adalah model proses perangkat lunak yang evolusioner yang merangkai
sifat iteratif dari prototipe dengan cara kontrol dan aspek sistematis dari
model sekuensial linier. Di dalam model spiral, perangkat lunak dikembangkan di
dalam suatu deretan pertambahan.
Selama awal iterasi, rilis inkremental bisa merupakan
sebuah model atau prototipe kertas. Selama iterasi berikutnya, sedikit demi
sedikit dihasilkan versi sistem rekayasa yang lebih lengkap.
Gambar Spiral Model
Model spiral dibagi menjadi sejumlah
aktifitas kerangka kerja, disebut juga wilayah tugas, diantara tiga sampai enam
wilayah tugas :
- Komunikasi pelanggan, tugas-tugas yang dibutuhkan utnuk membangun komunikasi yang efektif diantara pengembang dan pelanggan.
- Perencanaan, tugas-tugas yang dibutuhkan untuk mendefinisikan sumber-sumber daya, ketepatan waktu, dan proyek informasi lain yang berhubungan.
- Analisis resiko, tugas-tugas yang dibutuhkan untuk menaksir resiko-resiko, baik manajemen maupun teknis.
- Perekayasaan, tugas-tugas yang dibutuhkan untuk membangun satu atau lebih representasi dari aplikasi tersebut.
- Konstruksi dan peluncuran, tugas-tugas yang dibutuhkan untuk mengkonstruksi, menguji, memasang (instal) dan memberikan pelayanan kepada pemakai (contohnya pelatihan dan dokumentasi).
- Evaluasi pelanggan, tugas-tugas yang dibutuhkan untuk memperoleh umpan balik dari pelanggan dengan didasarkan pada evaluasi representasi perangkat lunak, yang dibuat selama masa perekayasaan, dan diimplementasikan selama pemasangan.
Model spiral menjadi sebuah pendekatan yang
realistis bagi perkembangan system dan perangkat lunak skala besar. Karena
perangkat lunak terus bekerja selama proses bergerak, pengembang dan pemakai
memahami dan bereaksi lebih baik terhadap resiko dari setiap tingkat evolusi.
Model spiral menggunakan prototipe sebagai mekanisme pengurangan resiko. Tetapi
yang lebih penting lagi, model spiral memungkinkan pengembang menggunakan
pendekatan prototipe pada setiap keadaan di dalam evolusi produk. Model spiral
menjaga pendekatan langkah demi langkah secara sistematik seperti yang
diusulkan oleh siklus kehidupan klasik, tetapi memasukkannya ke dalam kerangka
kerja iterative yang secara realistis merefleksikan dunia nyata.
Pada model rancangan interaksi sederhana ini input atau masukan
hanya memiliki satu titik. yang mana masukan tersebut diidentifikasikan apakah
sesuai dengan kebutuhan, lalu didesain sesuai dengan persyaratan yang telah
ditetapkan. Setelah didesain rancangan tersebut dibangun dan harus interaktif.
Setelah itu barulah rancangan tersebut dievaluasi.
Evaluasi dapat dilakukan dimana saja, rancangan yang telah di evakuasi
dapat kambali didesain ulang atau apakah rancangan tersebut tidak sesuai
dengan kebutuhan user, maka alur tersebut akan terus berputar hingga pada tahap
evaluasi tidak lagi terjadi kesalahan, baik dalam penetapan kebutuhan user
maupun pendesainannya, sehingga pada tahap evaluasi terciptalah sebuah hasil
akhir yang valid.
Dalam Siklus permodelan ini pengujian dilakukan terus
menerus, tidak
harus dikahir. Misalnya dimulai dari menentukan kosep desain (conceptual
design) dalam proses ini akan langsung terjadi evaluasi untuk langsung
ternilai
apakah sudah sesuai dengan kebutuhan user, bila belum maka akan terus
berulang
di evaluasi hingga benar-benar pas, selanjutnya apabila sudah pas, maka
dari
tahap evaluasi yang pertama akan lanjut ke proses yg selanjutnya yakni
requirements/specification yakni memverifikasikan persyaratan rancangan
tersebut, dan pada tahap itu juga langsung terjadi pengevaluasian
seperti tahap
pertama, dan selanjutnya akan tetap sama terjadi pada tahapan-tahapan
selanjutnya yakni task analysis/fungsion analysis, pengimplementasian,
prototyping hingga pada akhirnya terciptalah sebuah aplikasi yang sesuai
dengan
kebutuhan user.
Intinya pada rancangan model ini pengevaluasian dilakukan disetiap
tahapan tidak hanya pada tahapan akhir seperti model-model rancangan yang
lainnya.